Offended young indian couple sitting on sofa

Balikpapan – Tribun – Dalam dua bulan terakhir, Februari sampai Maret tercatat  ada sekitar 20 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Balikpapan. Sebanyak 50 persen merupakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Demikian diungkapkan oleh Nur Ridhowati, SH, advokasi legal dari Koalisi Perempuan Balikpapan dalam acara Dialog dan Diskusi bertema “Strategi Menuju Kartini yang Bermartabat yang diselenggarakan Bidang II Kewanitaan DPD  Partai Keadilan Sejahtera  (PKS)  Balikpapan, Sabtu (23/4) di Hotel Bintang.

Dalam acara tersebut, posri terbanyak yang dibahas adalah masalah kekerasan pada perempuan. Pasalnya isu itu telah booming di Indonesia dan di Balikpapan ternyata kasusnya cukup tinggi.

“Ini sebenarnya menjadi pekerjaan Eksekutif dan Legislatif  untuk membuat perda (Peraturan Daerah, Red) tentang kekerasan terhadap perempuan. Jika sudah ada perda kemudian SK Walikota, tentu kami akan lebih mudah bergerak karena didukung dana,” ujar Nur.

Ia menambahkan selama ini KPB berjalan sendiri karena tidak pernah mendapat dukungan baik dari moril maupun materiil. Padahal untuk pemulihan korban setelah ada pendampingan upaya hukum, mereka butuh dana. “Masalah hukum tanggungan sepenuhnya KPB, tetapi setelahnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Seharusnya memang ada pos anggaran untuk ini yang dibiayai APBD,” tandasnya.

Ketua Kewanitaan DPD PKS Balikpapan Wiwik Busi SAK menyatakan, acara dialog dan diskusi yang diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian terhadap masslah perempuan yang terjadi di Balikpapan, tak hanya masalah kekerasan saja, tetapi juga peran wanita dalam kehodupan rumah tangga.

“Setelah diamaiti, eksisitensi wanita yang diinginkan Islam dan Kartini mulai ada pergeseran. Perempuan tak hanya memiliki peran domestik dalam pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, tetapi bisa juga keluar rumah untuk berkarir, berdakwah, dan memberi kontribusi untuk masyarakat sekitarnya,” papar Wiwik.

Ia menguraikan , perempuan mempunyai dua peran yang harus dilakoni secara seimbang. Masalah yang terjadi saat ini, pergeseran itu terjadi kerena peran publik wanita yang justru lebih tinggi dibanding peran domestik.

Allah memberi potensi kepada perempuan untuk dioptimalkan, itu yang memang harus digali. tetapi ketika perempuan sudah keluar rumah dan berperan aktif dalam masyarakat, mereka juga tidak boleh melupakan kodrat mereka tetap harus izin dari suami, dan tidak boleh ada pihak-pihak yang dirugikan dengan peran kita,” jelas Wiwik.

Pada acara yang dihadiri sekitar 100 orang, selain Nur Ridhowati sebagai pembicara, turut hadir pula HJ. Suharti anggota DPRD Balikpapan dari Fraksi Golkar, dan Rosodah Charum sebagai moderator. Selain itu, Azimah Hanum Imdaad Hamid juga ikut hadir sebegai peserta . (tri)

Sumber : TRIBUN BALIKPAPAN, MINGGU 24 APRIL 2005

Recommended Posts