Aspek Hukum Administrasi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Jakarta – Rifalaw.id – Banyak point menarik dalam webinar keempat yang digelar Rifa Law Firm di masa pandemi beberapa waktu lalu. Acara ini menghadirkan narasumber tunggal,  Didik Sasono Setyadi, Kepala Divisi Hukum, Lingkungan Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas ini memaparkan makalahnya berjudul Aspek Hukum Administrasi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Salah satu hal penting yang dibahas adalah  point Contract Sanctity of Rule Domination  ketika SKK Migas melakukan kontrak dengan KKKS yang sifatnya Production Sharing Contract (PSC).

Sebenarnya PSC adalah kontrak-kontrak perikatan perdata yang hanya mengikat para pihak. Tapi dalam perkembangan sistem Hukum Administrasi, ternyata dalam implementasinya,  apa yang sudah disepakati dalam PSC  antara SKK Migas dengan KKKS  tidak akan bisa terlaksana begitu saja kalau tidak ada keputusan yang dibuat oleh pejabat ESDM, pejabat  Kementrian Keuangan, dan keputusan pejabat Penerbit Izin.

“Jadi apapun yang disebut dalam PSC kontrak itu tidak hanya bisa mengandalkan contract sanctity  yang mengikat kedua belah pihak. Karena faktanya. Implemastinya banyak persetujuan-persetujuan yang harus diputuskan oleh Kementrian ESDM, Keuangan, dan Penerbit Izin,” kata Didik.

Sama halnya dengan KKKS tidak bebas menentukan perjanjiannya dengan SKK Migas, karena KKKS juga terikat dengan FCPA, Unites Global Compact, World Banlk dll. “Saya baru dapat informasi,  perjanjian keduanya juga akan terikat dengan komitmen pengurangan emisi/karbon.”

Dengan kondisi  ini ternyata aspek-aspek administrasi, seperti kementrian ESDM, Keuangan, dan Pejabat Penerbit Izin sudah masuk dalam ranah asas  kebebasan berkontrak yang dilakukan  SKK Migas dan KKKS.

“Dan bukan aspek nasional saja yang masuk, tetapi juga aspek-aspek internasional karena pada implementasinya KKKS tidak bisa hanya mengandalkan bunyi kontrak perjanjian yang dilakukan bersama SKK Migas, tetapi juga ditentukan oleh aspek lain seperti FCPA, UN Global Compact, IFC Rules atau World Bank.”

Jadi bisa disimpulkan bahwa perjanjian antara SKK Migas dan KKKS ini tidak lagi bisa dipandang  semata-mata bahwa  perjanjian itu merupakan penerapan asas kebebasan  yang hanya mengikat kedua belah pihak. Namun  faktanya, banyak ditentukan oleh  pihak –pihak di luar yang mengikatkan kontrak.

Masih banyak point-point penting dan menarik dan didiskusikan bersama Didik Sasono Setyadi saat webinar dam dihadiri beragam kalangan mulai dari praktisi hukum, karyawan, mahasiswa, serta masyarakat umum yang berkecimpung di bisnis migas.

Sementara Nur Ridhowati, dari Rifa Law Firm selaku penyelenggara webinar ini berharap acara ini selain menjadi ajang silaturahmi para pihak yang  berkecimpung di sektor migas juga bisa ikut memajukan dunia hukum migas yang memang banyak irisan antara Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, bahkan ada irisannya juga dengan Hukum Pidana.

Webinar yang digelar Rifa Law Firm ini berawal dari diskusi kecil intern. “Kemudian muncul pemikiran kenapa diskusi intern itu tidak dibuka untuk umum. Webinar ini sekalgus sebagai upaya  sumbangsih Rifa Law Firm untuk perkembangan hukum di Indonesia, khususnya Hukum Migas dan bisa dilanjutkan dengan diskusi-diskusi kecil dengan teman-teman yang berkecimpung di dunia migas,” tandas Nur Ridhowati.

Nah ingin tahu secara lengkap materi Aspek Hukum Administrasi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas? Silakan klik tautan videonya di kanal Youtube.

Korban Percobaan Pemerkosaan yang Kini Jadi Tersangka

hooded man, mystery, scary

BALIKPAPAN- Merlyn Veryanti (18), gadis yang mempertahankan kehormatannya dari percobaan perkosaan, kini harus menjadi tersangka. Soalnya Hendra, warga BTN Blok B Rt 11 Kabupaten Panajam Paser Utara (PPU), yang disebut sebagai lelaki yang mencoba memperkosanya di atas speed boat, tewas akibat tendangan mautnya.

Penetapan status tersangka oleh kepolisian disesalkan oleh Nur Ridhowati, SH, Ketua Tim Advokasi Koalisi Perempuan Balikpapan (KPB) yang selama ini intens memberikan bantuan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan. Alasannya, dalam kasus tersebut Merlyn membela diri demi menjaga kehormatannya karena hendak diperkosa Hendra.

Nur – panggilan akrab Nur Ridhowati  – bahkan menyebut Merlyn sebagai Srikandi. Ditegaskan Nur KPB siap memberikan bantuan hukum selama Merlyn menjalani proses hukum.

“Tegarlah Merlyn, Srikandi kekerasan perempuan. Kita siap support dan membantu musibah yang sedang dialami. Apa yang dilakukan Merlyn untuk membela diri sebagai korban sudah tepat. Tak satupun perempuan menginginkan jadi korban perkosaan. Jalani ujian hidup dengan ketabahan,” tegas Nur memberi semangat kepada Merlyn.

Terkait status Merlyn sebagai tersangka, bersama orangtuanya, beberapa waktu lalu mendatangi Rumah Aman KPB di kawasan Perumahan Wika dan diterima oleh salah satu pengurus KPB bagian Advokasi, Tutup Sardi, SH

“Saat itu saya sempat meminta kepada orangtua korban agar jangan khawatir, karena dalam kasus ini Merlyn dalam keadaan terjepit. Dimana saat itu ia harus menyelamatkan diri. Kalau pun ada laporan balik dari keluarga Hendra, itu merupakan hal lumah. Karena siapa sih yang mau keluarganya meninggal dengan cara tidak wajar,” tegas Tutup.

Ditambahkan Tutup, langkah nyata yang harus diambil Merlyn adalah melanjutkan kuliahnya agar jangan sampai terbengkelai. “Kalau Merlyn mau kembali ke Jakarta untuk kuliah ngak masalah, Yang penting masih dalam pantauan kedua orangtuanya, selain itu dalam kasus ini juga sulit pembuktiannya,” tambahnya.

Sekadar mengingatkan, Merlyn kala menuju Kampung Balikpapan dengan mengunakan speed boat, terlihat duel dengan motorisnya ketika berada di tengah laut, tepatnya di buoy 8 wilayah PPU Rabu (8/3) sekitar pukul 17.45 Wita.

Duel terjadi, karena Hendra – sebagai motoris – diduga bermaksud menculik dan mengarah ke percobaan pemerkosaan terhadap Merlyn. Merlyn menendang Hendra hingga jatuh ke laut. Walhasil, Hendra ditemukan tewas. (wb-8/kpnn)

Sumber : KALTIM POST, RABU 29 Maret 2006

Pembagian Harta Bersama Karena Perceraian

Offended young indian couple sitting on sofa

Pengasuh : Nur Ridhowati, SH, Managing Partner ARN Law Firm

TANYA: Saya beragama Islam dan kami sudah menikah selama 10 tahun. Kehidupan rumah tangga awalnya sangat bahagia dan hampir sempurna dengan dikaruniai 2 anak yang sehat. Saya dan suami berasal dari keluarga yang berkecukupan dan terpandang. Suami berprofesi sebagai karyawan swasta dan berpenghasilan lebih dari cukup. Sementara saya punya usaha sendiri yang berkembang cukup pesat.

Kehidupan rumah tangga kami beberapa tahun belakangan ini sudah tidak sehat. Banyak masalah yang sudah tidak bisa dikomunikasikan berdua, bahkan sering diakhiri dengan cekcok. Suami yang dulu penyayang dan lemah lembut dalam menyelesaikan masalah berubah menjadi kasar, saya sudah tidak kuat lagi hidup bersamanya, saya ingin bercerai, bahkan awal tahun ini kami sudah pisah ranjang meski masih satu rumah.

Selama perkawinan, kami membeli rumah, mobil perhiasan, surat berharga serta rekening tabungan dan deposito. Selain itu saya pernah mendapat warisan orantua saya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana nanti pembagian harga bersama, Apakah saya hanya akan mendapatkan harta yang diatasnamakan saya saja?

Ny. WY di Samarinda

JAWAB: Saya sangat menyayangkan biduk rumah tangga Anda harus pecah, meskipun perceraian adalah hal yang diperbolehkan namun termasuk hal yang tidak disukai Allah SWT.

Maka saya berharap Anda dan suami bisa menyelesaikan tanpa harus menempuh perceraian, peran keluarga sebelum mengambil langkah perlu dilakukan, minta bantuan salah seorang dari masing-masing keluarga Anda untuk memediasi / membantu menyelesaikan masalah yang ada.

Namun terlepas dari itu, semua kembali kepada diri Anda, apabila perceraian adalah langkah yang tepat dan jadi alternatif terakhir yang harus ditempuh, Anda harus bersiap dengan segala risikonya.

Mengenai permasalahan pembagian harta, saya terangkan bahwa berdasarkan Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawianan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) kita akan menjumpai tiga macam harta benda dalam perkawinan, yakni harta bersama, harta bawaan, dan harta perolehan. Menurut pasal 35 ayat 1 UU No 1 tahun 1974 yang dimaksud harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. Maksudnya seluruh harta yang diperoleh sesudah suami istri berada dalam hubungan perkawinan, atas usaha mereka berdua atau usaha dari salah satu dari mereka, menjadi harta bersama. Sehingga suami maupun istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memperlakukan harta mereka dengan persetujuan kedua belah pihak. (Pasal 89 dan 90 KHI, Red)

Jadi meskipun harta bersama itu diperoleh dari kerja suami saja, bukan berarti istri tidak punya hak atas harta bersama begitu juga sebaliknya, baik istri maupun suami sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahtangankan harta bersama (Pasal 92, KHI, Red). Harta bersama ini dapat berupa benda berwujud, benda tidak berwujud (hak dan kewajiban), Benda bergerak, benda tidak bergerak, dan surat-surat berharga (Pasal 92, KHI, Red)

Sedangkan harta bawaan adalah harta masing-maisng suami istri yang dimiliki masing-masing sebelum terjadinya perkawianan, termasuk harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan. Harta ini dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. (pasal 35 ayat 2, Red)

Dan terakhir adalah harta perolehan, adalah harta masing-masing suami istri yang dimiliki sesudah mereka dalam hubungan perkawinan. Harta ini diperoleh bukan dari usaha mereka, melainkan dari hidah, wasiat, sedekah, atau warisan masing-masing.

Penguasaan harta ini seperti harta bawaan. Dikecualikan jika ada kesepakatan dalam perjanjian perkawinan, misalnya suami-istri menjadikan harta perolehan ini sebagai harta bersama. Menngenai pembagian harta bersama  diatur dalam pasal 97 KHI. “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersamasepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan

Demikian juga dalam hal cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. (Pasal 96 Ayat 1 KHI, Red)

Berdasarkan aturan hukum sudah jelas, bahwa Anda nantinya akan mendapat separuh dari total  harta bersama yang Anda dapatkan bersama suami, tentu harus dibuat daftar harta kekayaan yang disertai dengan nama pemegang haknya – namun pembagian harta ini tidak berdasarkan nama pemegang hak atas harta itu lantan dalam pembagian harta bersama ia akan mendapatkannya. Setelah itu Anda dan suami bisa mmebagi secara adil dibagi separuh berdasarkan perhitungan totakl kekayaan yang tentu saja dikurangi jumlah utang atau kewajiban yang harus dibayarkan. Untuk harta yang Anda dapat dari warisan orangtua tetap milik Anda dan tidak masuk dalam perhidtungan harta bersama.

Saran kami, sebaiknya Anda mengajukan perceraian lebih dahulu baru kemudian mengajukan gugatan atas harta bersama. Hal ini untuk mempercepat proses perceraian sehingga menimbulkan akibat hukum yang pasti.

Kemudian bila Anda khawatir suami melakukan perbuatan yang merugikan harta bersama sebelum Anda menggugat cerai, Anda bisa meminta kepada Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan untuk mengamankan aset harta bersama.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat (*).

Sumber : KALTIM POST, RABU 27 APril 2011

20 Kasus Kekerasan pada Perempuan, KPB Minta ada Dukungan APBD

Offended young indian couple sitting on sofa

Balikpapan – Tribun – Dalam dua bulan terakhir, Februari sampai Maret tercatat  ada sekitar 20 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Balikpapan. Sebanyak 50 persen merupakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Demikian diungkapkan oleh Nur Ridhowati, SH, advokasi legal dari Koalisi Perempuan Balikpapan dalam acara Dialog dan Diskusi bertema “Strategi Menuju Kartini yang Bermartabat yang diselenggarakan Bidang II Kewanitaan DPD  Partai Keadilan Sejahtera  (PKS)  Balikpapan, Sabtu (23/4) di Hotel Bintang.

Dalam acara tersebut, posri terbanyak yang dibahas adalah masalah kekerasan pada perempuan. Pasalnya isu itu telah booming di Indonesia dan di Balikpapan ternyata kasusnya cukup tinggi.

“Ini sebenarnya menjadi pekerjaan Eksekutif dan Legislatif  untuk membuat perda (Peraturan Daerah, Red) tentang kekerasan terhadap perempuan. Jika sudah ada perda kemudian SK Walikota, tentu kami akan lebih mudah bergerak karena didukung dana,” ujar Nur.

Ia menambahkan selama ini KPB berjalan sendiri karena tidak pernah mendapat dukungan baik dari moril maupun materiil. Padahal untuk pemulihan korban setelah ada pendampingan upaya hukum, mereka butuh dana. “Masalah hukum tanggungan sepenuhnya KPB, tetapi setelahnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Seharusnya memang ada pos anggaran untuk ini yang dibiayai APBD,” tandasnya.

Ketua Kewanitaan DPD PKS Balikpapan Wiwik Busi SAK menyatakan, acara dialog dan diskusi yang diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian terhadap masslah perempuan yang terjadi di Balikpapan, tak hanya masalah kekerasan saja, tetapi juga peran wanita dalam kehodupan rumah tangga.

“Setelah diamaiti, eksisitensi wanita yang diinginkan Islam dan Kartini mulai ada pergeseran. Perempuan tak hanya memiliki peran domestik dalam pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, tetapi bisa juga keluar rumah untuk berkarir, berdakwah, dan memberi kontribusi untuk masyarakat sekitarnya,” papar Wiwik.

Ia menguraikan , perempuan mempunyai dua peran yang harus dilakoni secara seimbang. Masalah yang terjadi saat ini, pergeseran itu terjadi kerena peran publik wanita yang justru lebih tinggi dibanding peran domestik.

Allah memberi potensi kepada perempuan untuk dioptimalkan, itu yang memang harus digali. tetapi ketika perempuan sudah keluar rumah dan berperan aktif dalam masyarakat, mereka juga tidak boleh melupakan kodrat mereka tetap harus izin dari suami, dan tidak boleh ada pihak-pihak yang dirugikan dengan peran kita,” jelas Wiwik.

Pada acara yang dihadiri sekitar 100 orang, selain Nur Ridhowati sebagai pembicara, turut hadir pula HJ. Suharti anggota DPRD Balikpapan dari Fraksi Golkar, dan Rosodah Charum sebagai moderator. Selain itu, Azimah Hanum Imdaad Hamid juga ikut hadir sebegai peserta . (tri)

Sumber : TRIBUN BALIKPAPAN, MINGGU 24 APRIL 2005